![]() |
Sumber foto CNN Indonesia |
Kalseltoday.com, Jakarta - Dokter dan tenaga kesehatan (nakes) akan menggelar demonstrasi menolak pengesahan RUU Kesehatan menjadi Undang-undang (UU) lewat rapat paripurna di depan Gedung DPR RI, Jakarta, hari ini Selasa (11/07/2023).
Mereka merupakan organisasi profesi yang terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Ribuan massa diklaim turut terlibat dalam aksi yang bertajuk 'Selamatkan Kesehatan Rakyat Indonesia'.
"Hingga saat ini, massa yang sudah siap untuk besok ada sekitar 10 ribu. Kemungkinan bisa bertambah," ujar Ketua PB IDI Adib Khumaidi kepada CNN Indonesia.com, Senin (10/07/2023) malam.
Kabar mengenai pengesahan tersebut dikonfirmasi oleh Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem Irma Suryani Chaniago.
"Betul (RUU Kesehatan akan disahkan dalam rapat paripurna) Selasa," kata Irma di kutip dari CNNIndonesia.com, Senin (10/07/2023).
RUU Omnibus Law Kesehatan mendapat reaksi penolakan dari berbagai pihak, khususnya lima organisasi profesi.
Sebelumnya, mereka juga menggelar aksi di depan gedung DPR-MPR pada Senin (05/06/2023). Dalam aksi itu, setidaknya terdapat 6 poin alasan penolakan terhadap RUU Kesehatan.
- Pertama, mereka menilai RUU Kesehatan dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum terkait organisasi keprofesian baik kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, dan apoteker. Sebab menurut mereka dalam RUU ini, sembilan undang-undang yang terkait keprofesian dan kesehatan dihilangkan. OP menilai penghapusan undang-undang yang secara khusus atau lex specialis mengatur tentang keprofesian itu akan berdampak pada kepastian hukum profesi. Mereka menganggap RUU itu belum bisa menjamin perlindungan dan kepastian hukum tenaga medis atau kesehatan.
- Kedua, OP menganggap RUU 'Sapu Jagat' itu telah menghapuskan anggaran pembiayaan nakes yang sebelumnya sebesar 10 persen tertuang dalam APBN dan APBD.
- Ketiga, OP mengatakan pasal terkait aborsi dalam RUU Kesehatan dapat berpotensi meningkatkan angka kematian. Sebelumnya, pasal aborsi mengatur maksimal 8 minggu. Akan tetapi, dalam RUU ini aborsi diperbolehkan hingga 14 minggu.
- Keempat, OP juga menilai pembahasan RUU Kesehatan terkesan terburu-buru alias dikebut untuk disahkan.
- Kelima, mereka menyebut dalam penyusunan hingga pembahasan, lima OP sebagai pemangku kepentingan tidak dilibatkan. Bahkan menurut mereka cenderung tak didengar.
- Keenam, OP juga menyoroti Pasal 235 RUU Kesehatan yang disebut memperbolehkan dokter asing untuk berkarya di rumah sakit Indonesia. OP menilai 'impor' tenaga kesehatan asing dapat berisiko terhadap pelayanan kesehatan masyarakat. (Red)
Berita