Kalseltoday.com, Banjarmasin- Pidato Presiden RI, Ir. Haji Joko Widodo di depan pimpinan dan anggota MPR RI, DPR RI dan DPD RI pada Rabu, (16/08/2023) dalam rangka Sidang Tahunan MPR RI, yang juga dihadiri sejumlah undangan dalam dan luar negeri telah memperlihatkan kegeniusan dan ketangguhan salah satu kepala negara terbaik Indonesia hari ini.


Bagaimanapun, belum kering dalam ingatan kita warga Indonesia. Presiden Joko Widodo telah dihina di depan 273 juta warga Indonesia, bahkan mungkin 8 milyar penduduk dunia, oleh seorang (Rocky Gerung) yang sejak awal bersikap antipati terhadap Presiden RI ini, dengan sebutan “Bajingan Tolol”.


Sebelumnya, seorang praktisi hukum, Denny Indrayana, telah berkirim surat terbuka kepada pimpinan DPR RI, yang isinya perlunya pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo, dengan berbagai tuduhan. Mantan Walikota Solo itu dianggap telah merusak instutisi negara. Antara lain karena ikut “cawe-cawe” dalam penentuan calon presiden, agar dalam Pilpres 2024 mendatang hanya diikuti 2 kontestan saja.


Kontan saja gerakan ini mendapat dukungan dari rekan seperjuangan mereka, seperti ekonom Rizal Ramli, sosiolog Musni Umar, praktisi hukum Refly Harun, dan sebagainya. Mereka bak kor, melalui media berbeda, sepakat Presiden Joko Widodo dimakzulkan, dengan berbagai alasan masing-masing.


Di luar kelompok itu, sekitar sebulan yang lalu, tepatnya 20 Juli 2023, sebuah pernyataan sikap, atau petisi, yang ditanda tangani oleh 100 tokoh di negeri ini, yang tergabung dalam Penegak Daulat Rakyat (PDR), meminta DPR RI dan MPR RI, agar memakzulkan Presiden Joko Widodo, dari kursi kepresidenan.


Petisi ini diterima salah seorang anggota MPR, Tamsil Limrung, yang kemudian berjanji akan menyampaikan petisi itu ke pimpinan MPR RI. Logika yang mereka kemukakan pun tak jauh beda, masih seputar urusan politis, belum mampu masuk ke ranah hukum sebagaimana diatur dalam konstitusi bernegara. Gerakan ini memang bisa berkelindan, tetapi gagal memancing rakyat semesta di negeri ini.


Kenapa ini bisa terjadi ? Karena Presiden Joko Widodo termasuk manusia pilihan, yang pada Pilpres 2014 dan 2019, beliau mendapat amanah, kepercayaan dari penduduk negeri ini, Beliau memang dikehendaki (iradah) Allah SWT, untuk meneruskan kepemimpinan di negeri terbesar ke-4 di dunia ini.


Tanda kepiawaian dan kegeniusan seorang Presiden Joko Widodo ini bisa dilihat saat beliau tampil menyampaikan pidatonya dalam sidang tahunan MPR RI hari ini. Pertama, sama sekali tak merespon adanya upaya pihak tertentu, untuk memakzulkan dirinya dari Presiden RI yang diterimanya dalam Pilpres 2014 dan 2019 silam. Kedua, beliau juga tak merespon pancingan aktivis Rocky Gerung yang menghinanya dengan sebutan “Bajingan Tolol” tersebut.


Sejak awal beliau hanya bilang, ingin kerja, kerja, dan kerja. Beliau juga meluruskan gossip yang menyebut dirinya sebagai “Pak Lurah”, terkait calon presiden dan wakilnya. Katanya, saya ini Presiden RI, bukan Pak Lurah, bukan Ketua Partai, juga bukan Ketua atau Pimpinan Koalisi Partai-partai, yang bisa menetapkan siapa calon presiden dan calon wakilnya. Kontan narasi ini mendapat aplaus luar biasa dari hadirin, yang memang tak ada yang keliru dalam proses politik tata kenegaraan presiden..


*Iradah Allah SWT*


Kejadian memanasnya iklim politik di negeri ini sejak awal 2023 lalu, mengingatkan saya diskusi terbatas dengan Kyai Hasyim Muzadi, Ketua Umum Tanfidziah PBNU, periode 1999 – 2010. Waktu itu sekitar akhir tahun 2013, saya baru saja menduduki jabatan Ketua Tanfidziah PWNU Kalsel periode kedua, masa bhakti 2012 – 2017. Beliau mengajak beberapa Ketua Tanfidziah PWNU se Indonesia (tentu tidak semuanya), untuk memberi masukan secara kritis (namun tertutup), siapa sesungguhnya Ir. H. Joko Widodo, yang kala itu sedang mendapat amanah menjadi Gubernur DKI Jakarta.


Dalam diskusi kritis dan terbatas itu, muncul narasi uniknya seorang Jokowi, panggilan karib Joko Widodo. Berangkat dari seorang tukang kayu mebel, bukan politisi, dengan latar belakang pendidikan sarjana kehutanan di UGM, bisa dipercaya menjadi walikota, dengan perolehan suara yang luar biasa. Saat menjabat Walikota Solo periode kedua, muncul delegasi yang meminta beliau mencalonkan diri dalam Pilkada DKI Jakarta, dan ternyata terpilih. Belum selesai sebagai gubernur, datang lagi delegasi yang meminta beliau berkenan menjadi calon presiden RI tahun 2014.


Almarhum Kyai Hasyim Muzadi kemudian mengutus sejumlah tokoh NU untuk melakukan tabayun dengan tokoh-tokoh NU di Solo, serta tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Hasilnya positive, Ir. H. Joko Widodo adalah orang baik. Beliau orang Jawa yang relegius. Menjadi jamaah tetap majelis taklim, yang dikelola elite NU Solo. Hasil pertemuan mensepakati, Kyai Hasyim Muzadi dan sejumlah PWNU se Indonesia sepakat mendukung pasangan Joko Widodo, yang kala itu berpasangan dengan Jusuf kalla, tokoh NU dari Sulawesi Selatan. Alhamdulillah pasangan ini diiradati Allah SWT. Terlebih pada periode kedua, Joko Widodo berpasangan dengan Rais ‘Am Syuriah PBNU, KH Makruf Amin, maka semakin solid keluarga besar NU mendukung beliau.


Kebiasaan Presiden Joko Widodo yang sudah sangat familiar dengan keluarga besar NU, yang selalu ikutan dalam event istighasyah, sema’an al-Qur’an, maulidan, sholawatan, menambah akrab relasi presiden Joko Widodo dengan umat, termasuk dengan warga NU. Terlebih performance beliau yang juga suka memakai sarung, seperti halnya warga NU, menambah kehesivitas lebersamaan Presiden Joko Widodo dengan umat Islam di negeri ini. Di era beliau lah ada sholawatan di istana. Jika sampai waktu sholat, beliau mesti sholat lebih dahulu, baru berurusan dengan umat. Saya sendiri turut menyaksikan keseharian beliau, walau tidak terlalu sering, di mana semangat beribadah beliau tidaklah luntur, meski sedang dalam menjalankan tugas kenegaraan.


Budi baik beliau kepada umat di negeri ini, sangat mempengaruhi dukungan rakyat pada beliau. Dengan bekerja keras sebagai kepala negara, dan berlari kencang jika sedang di lapangan, membangun infrastruktur dan suprastruktur negeri ini, membuat banyak rakyat telah menikmati hasil pembangunan. Jika dulu listrik masih hidup mati, kini relative stabil, rakyat sudah menikmati. Demikian pula air bersih PDAM, berhasil menjangkau wilayah terpencil. Infrastruktur jalan yang terus dibangun, serta komunikasi telepon pun juga mulai merata.


Pada saat beliau berkenan hadir ke kabupaten Tabalong, wilayah paling utara di Kalimantan Selatan, Maret 2023 lalu, beliau bersilaturahim dengan rakyatnya. Tak hanya itu, beliau juga mau mendatangi para pedagang pasar tradisional, menyerap aspirasi rakyat. Saya yang kala itu ikut mendampingi Presiden Joko Widodo, beberapa hari kemudian ditelpon sejumlah tokoh dan pedagang dari kabupaten Tabalong. Mereka secara khusus berpesan, mengucapkan terima kasihnya pada Presiden Joko Widodo, yang berkenan hadir ke daerah mereka, yang belum pernah terjadi, dan telah membantu rakyat bisa keluar dari hidup di bawah garis kemiskinan.

Kehimungan masyarakat model begini, tidak saja dialami oleh umat di Kalimantan Selatan. Melainkan juga di semua daerah yang pernah beliau kunjungi, seperti Papua, Lampung, Sulawesi, Jawa, dan bahkan Jakarta. Jika kita buka rekaman kunjungan Presiden Joko Widodo yang sengaja hadir ke tengah rakyatnya, mereka sambil nangis-nangis melampiaskan kegembiaraan mereka, karena pimpinannya sangat merakyat, dan peduli dengan rakyat kecil.


Maka itu, menjadi beralasan jika kemudian dalam sejumlah hasil survei oleh beberapa lembaga survei, yang menyatakan kepuasan rakyat semsesta di negeri ini atas hasil kinerja Presiden Republik Indonesia, bernama Ir. Haji Joko Widodo ini.


Sejumlah negara lain juga mulai segan terhadap republik ini. Data perkembangan ekonominya yang bisa tumbuh di atas 5 %, yang berbeda dengan sejumlah negara Eropa dan AS yang hanya kisaran paling tinggi 3 %, bahkan masih ada yang minus. Tekanan luar negeri agar Indonesia mau diatur dalam tata perdagangan dunia internasional, baik terbuka atau tertutup tak diladeni oleh Presiden Joko Widodo. Para ilmuan dunia pun meyakini jika Indonesia Satu Abad mendatang akan menjadi negara maju


Masalah politik yang suka diributkan oleh para aktivis itu hanya soal rasa saja. Keadaan hari ini, sebetulnya jauh lebih maju jika mereka mau mengingat-ngingat demokrasi di era Orde Baru. Orang seperti Rizal Ramli dan kawan-kawan dulu, pernah masuk bui tanpa proses persidangan. Bahkan menjelang akhir Orde Baru berkuasa, sejumlah aktivis diculik, dan hingga hari ini masih ada yang belum kembali.


Adakah masalah seperti ini terjadi lagi ? Sama sekali tak ada. Yang ada hanya soal rasa, puas dan tidak puas. Suka dan tidak suka. Di kalangan orang seperti Rocky Gerung, dkk tentu berdasar perasaannya bahwa rejim hari ini adalah sangat buruk. Tetapi kita harus jujur jika lebih 70 % penduduk negeri ini merasakan kepuasannya, termasuk saya yang dulu juga pernah diuber-uber sama tim misterius era orde baru.


Sebagai penduduk muslim terbesar di dunia, sekitar 87.2% dari penduduk negeri ini muslim. Dalam islam, ada ajaran mengenai iradah. Jika iradah Allah itu memang tertulis, tak ada yang bisa memakzulkan Presiden Joko Widodo hari ini, hingga terjadinya sukses kepemimpinan di negeri ini 2024 besok. Tanda-tanda ke arah itu banyak sekali, dan sudah kelihatan. Suara sumbang hari ini, hanya bermuara dari orang-orang yang sama saja. Track recordnya terbaca. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan hidayah bagi pendududuk negeri ini. Amien ya rabbal alamien.


HM Syarbani Haira, Ketua PWNU Kalsel periode 2007 – 2017, Menyelesaikan Studi di Pasca Sarjana UGM