Kalseltoday.com, Banjarmasin - Demokrasi Indonesia dewasa ini terus berkembang dan menciptakan kebebasan berpendapat bagi setiap bangsa, yang sekaligus itu menjadi suatu boomerang dan bagaikan pisau bermata dua.
Kebebasan berpendapat saat ini menimbulkan kerancuan antara opini maupun fakta, terlebih dengan berkembangnya teknologi informasi seperti media sosial yang layaknya wadah debat kusir bagi seluruh lapisan masyarakat penggunanya tanpa adanya filter intelektual yang menjadi landasan cara menyampaikan pendapat di muka umum.
Tokoh Muda Kalsel, Laili Masruri menyoroti trend kebebasan berpendapat yang semakin hari seperti dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk menyesatkan opini-opini masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi menjelang pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024, sepenglihatan kami mulai muncul gerakan-gerakan yang mengatasnamakan rakyat mewarnai pergejolakan politik negeri dengan berbagai upaya menyebar opini negatif.
"Menurut Hemat kami di tengah keras percaturan politik, khususnya menjelang 2024 narasi-narasi pemakzulan seperti people power maupun petisi 100 dan lainnya akan semakin memperuncing keadaan berbangsa dan bernegara", jelas Laili.
Dalam demokrasi, memang sudah sewajarnya terjadi perbedaan pendapat bahkan perbedaan pilihan pemimpin. Layaknya kemunculan gerakan petisi 100 yang notabene menyerukan alasan kinerja Presiden Jokowi yang dinilai tidak berkhidmat pada kepentingan rakyat, sehingga muncul upaya pemakzulan dengan label kembalikan kedaulatan rakyat.
"Perbedaan pendapat dalam tataran kehidupan bernegara sah-sah saja, tapi membumbui pikiran masyarakat untuk pemakzulan yang inkonstitusional merupakan gerakan yang tidak tepat, terlebih kita pernah berada pada posisi yang dihadapkan dengan permusuhan antar anak bangsa karena perbedaan pilihan presiden pada 2019 lalu", tegas pemuda yang akrab disapa mas L.
Secara historis, Indonesia yang dewasa ini pun pernah mengalami pergerakan revolusi yang tidak dapat dipungkiri menimbulkan korban, baik korban psikis maupun korban jiwa. Yang tentunya hal tersebut tidak lagi mau kita ulangi kembali, apalagi hanya karena hasrat perebutan kekuasaan segelintir kelompok mengatasnamakan rakyat.
"Dalam setiap gerakan revolusi sebuah bangsa akan selalu menghasilkan pihak Korban, bahkan korban jiwa, mau berapa korban sesama anak bangsa yang ingin di korbankan untuk menuntaskan apa yang mereka inginkan?", tanya Laili saat diwawancara media melalui udara.
Untuk itu, ia berharap agar kita sebagai rakyat yang telah merdeka genap 78 tahun ini lebih mengedepankan persatuan dan kesatuan, serta memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan oleh negara dalam menyampaikan pendapar khususnya memilih pemimpin melalui sistem Pemilu dan tentunya bersifat konstitusional.
"Kami lebih sepakat, silahkan di momentum Pemilu 2024 rebut kekuasaan dengan cara konstitusional sebagaimana sudah di Fasilitasi oleh negara", pungkas Laili. ***
Berita