Berita

Breaking News

Jet Lag: Menavigasi Gejala, Penyebab, dan Pencegahannya


Jet lag merupakan salah satu gangguan tidur akibat perubahan zona waktu yang cepat, dan hal ini sering kali dialami oleh mereka yang melakukan perjalanan lintas negara. Jet lag didefinisikan sebagai gangguan ritme sirkadian tubuh, yang secara alami mengatur siklus tidur dan bangun kita dalam rentang waktu 24 jam. Saat seseorang menyeberangi beberapa zona waktu dengan cepat, ritme alami ini menjadi tidak sinkron dengan waktu lokal, sehingga menyebabkan gejala yang mengganggu. 

Gejala Jet Lag

Jet lag memengaruhi fungsi tubuh secara menyeluruh, terutama melalui gangguan tidur. Gejala paling umum dari jet lag adalah sulit tidur pada waktu yang tepat di tempat tujuan baru, serta merasa kantuk yang berlebihan pada siang hari. Ini terjadi karena tubuh masih beroperasi sesuai dengan jam biologis dari lokasi awal, yang tidak sesuai dengan jam lokal tempat baru. Selain itu, jet lag juga bisa memengaruhi fungsi kognitif, menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, memori terganggu, atau pikiran yang melambat.

Tidak hanya pada tingkat mental, jet lag juga berdampak pada performa fisik. Banyak individu yang merasa tubuhnya lelah, mengalami penurunan performa fisik, serta mengalami masalah pencernaan, seperti mual atau sembelit, yang dipicu oleh perubahan pola makan dan jam biologis yang tidak teratur. Dari sudut pandang psikologis, jet lag juga sering memunculkan gangguan emosional seperti iritabilitas, depresi ringan, atau kecemasan. Ini menunjukkan bagaimana gangguan ritme sirkadian tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga mental dan emosional individu. Penelitian yang diterbitkan oleh National Library of Medicine mengungkapkan bahwa gangguan ritme sirkadian dapat memperparah kondisi kesehatan mental seperti depresi dan gangguan suasana hati lainnya (Walker et al., 2020).

Penyebab Jet Lag

Jet lag terjadi ketika ritme sirkadian tubuh—jam biologis internal—tidak sesuai dengan siklus siang-malam di tempat tujuan. Ritme ini tidak hanya mengatur siklus tidur, tetapi juga banyak proses biologis lainnya, termasuk pelepasan hormon, metabolisme, fungsi sistem kekebalan, dan suasana hati. Saat seseorang bepergian melintasi beberapa zona waktu, tubuhnya tidak dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap siklus siang-malam baru, sehingga menyebabkan disonansi antara jam biologis dan lingkungan eksternal.

Dari sudut pandang teknis, penyebab utama jet lag adalah perubahan mendadak dalam pola pencahayaan yang memengaruhi ritme sirkadian. Cahaya adalah sinyal lingkungan paling kuat yang membantu jam biologis beradaptasi dengan siklus 24 jam. Ketika seseorang tiba di tempat baru dengan pencahayaan yang berbeda, tubuh akan mengalami kebingungan dalam menyesuaikan diri. Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tubuh membutuhkan waktu 1 hingga 1,5 hari untuk beradaptasi dengan setiap zona waktu yang dilewati (Sack et al., 2007). Hal ini menjelaskan mengapa jet lag lebih sering terjadi saat perjalanan timur-barat, terutama jika perjalanan tersebut melintasi lebih dari tiga zona waktu.

Dampak Jangka Panjang Jet Lag

Meski jet lag biasanya dianggap sebagai masalah jangka pendek, beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan ini dapat berdampak jangka panjang bagi individu yang sering melakukan perjalanan jarak jauh, seperti pilot atau pramugari. Dalam jangka panjang, ketidaksinkronan ritme sirkadian dapat menyebabkan gangguan tidur kronis, yang berpotensi menyebabkan masalah kesehatan serius seperti insomnia. Ritme sirkadian yang sehat sangat penting bagi kesehatan fisik dan mental. Penelitian juga mengaitkan gangguan ritme ini dengan peningkatan risiko diabetes, depresi, serta beberapa jenis kanker (Sancar et al., 2015).

Dari perspektif sosial, individu yang sering bepergian jarak jauh, seperti pebisnis atau atlet profesional, sering kali menghadapi tantangan ini, dan dampaknya bisa meluas ke produktivitas kerja maupun performa fisik. Para atlet, misalnya, sering kali mengalami penurunan performa karena tubuh mereka belum mampu menyesuaikan diri dengan siklus baru di tempat tujuan (Waterhouse et al., 2002). Ini menunjukkan bahwa jet lag bukan hanya masalah individu, tetapi juga berdampak pada produktivitas dan pencapaian sosial-ekonomi dalam masyarakat yang semakin terhubung secara global.

Pencegahan dan Penanganan Jet Lag

Pencegahan jet lag berfokus pada cara untuk mempercepat adaptasi tubuh terhadap zona waktu baru. Pendekatan yang paling umum adalah dengan memanipulasi paparan cahaya. Mengatur waktu untuk terpapar cahaya atau menghindarinya dapat membantu menggeser jam biologis tubuh lebih cepat sesuai dengan waktu lokal di tempat tujuan. Cahaya alami di pagi atau sore hari dapat membantu menyesuaikan ritme sirkadian, sedangkan di tempat dengan akses terbatas pada cahaya alami, lampu terapi bisa digunakan untuk memberikan paparan cahaya yang tepat. Penelitian menunjukkan bahwa pencahayaan yang diatur dengan tepat bisa membantu mempercepat adaptasi ritme sirkadian (Burgess et al., 2010).

Selain pencahayaan, penggunaan suplemen melatonin juga sering direkomendasikan. Melatonin adalah hormon yang secara alami diproduksi oleh tubuh untuk memicu rasa kantuk. Suplemen melatonin dalam dosis rendah dapat membantu mengatur ulang jam biologis tubuh jika diambil pada waktu yang tepat (Polymeropoulos et al., 2020). Namun, penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan suplemen ini, karena penggunaannya yang tidak tepat bisa memperburuk jet lag.

Pendekatan lain yang juga efektif adalah dengan melakukan penyesuaian jadwal tidur beberapa hari sebelum perjalanan. Dengan tidur lebih awal atau lebih larut secara bertahap sebelum terbang, tubuh bisa mulai menyesuaikan diri dengan waktu baru, sehingga saat tiba di tempat tujuan, perbedaan waktu tidak terasa terlalu besar. Namun, strategi ini sering kali sulit diterapkan karena keterbatasan jadwal kerja atau aktivitas sehari-hari (Roach & Sargent, 2019).

Kesimpulan

Jet lag adalah fenomena umum yang dialami oleh mereka yang melakukan perjalanan jarak jauh, terutama saat melintasi beberapa zona waktu. Gangguan ini tidak hanya memengaruhi tidur, tetapi juga fungsi kognitif, fisik, dan emosional. Dari perspektif kesehatan masyarakat, memahami dan mengatasi jet lag penting untuk meningkatkan kualitas hidup, terutama bagi mereka yang sering melakukan perjalanan bisnis atau atlet yang berlaga di tempat berbeda. Pencegahan dan penanganan jet lag memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan pengaturan paparan cahaya, penggunaan melatonin, serta penyesuaian jadwal tidur. Dengan demikian, kita dapat membantu masyarakat mengatasi dampak negatif jet lag, meningkatkan produktivitas, dan mencegah masalah kesehatan jangka panjang yang terkait dengan gangguan ritme sirkadian.

Referensi:

Burgess, H. J., Revell, V. L., Molina, T. A., & Eastman, C. I. (2010). Human phase response curves to three days of daily melatonin: 0.5 mg versus 3.0 mg. The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism, 95(7), 3325-3331.

Polymeropoulos, C. M., et al. (2020). Efficacy of Tasimelteon (HETLIOZ®) in the treatment of jet lag disorder evaluated in an 8-h phase advance model; A multicenter, randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Frontiers in Neurology, 11, 611.

Roach, G. D., & Sargent, C. (2019). Interventions to minimize jet lag after westward and eastward flight. Frontiers in Physiology, 10, 927.

Sack, R. L., et al. (2007). Circadian rhythm sleep disorders: part I, basic principles, shift work and jet lag disorders. Sleep, 30(11), 1460-1483.

Sancar, A., et al. (2015). Circadian clock, cancer, and chemotherapy. Biochemistry, 54(2), 110-123.

Walker, W. H., Walton, J. C., DeVries, A. C., & Nelson, R. J. (2020). Circadian rhythm disruption and mental health. Translational Psychiatry, 10(1), 28.

Waterhouse, J., et al. (2002). Identifying some determinants of “jet lag” and its symptoms: A study of athletes and other travellers. British Journal of Sports Medicine, 36(1), 54-60.
© Copyright 2022 - Kalsel Today